Senin, 08 Februari 2010

Motivasi untuk Kader Dakwah

"Kalau engkau benar-benar jujur pada Allah,
Dia akan benar mewujudkan maksudmu"

Benar-benar tersentuh dengan apa yang dikatakan oleh Rasullullah. Ya, Allah itu Maha Mengetahui setiap apa yang ada didalam hati kita. Sebelum kita berjalan jauh, periksa dahulu kenderaan kita, agar tidak mogok dipertengahan jalan. Jalan yang masih panjang, kerana itu pentingnya untuk bersiap-siap, periksa dahulu, jika semuanya lancar sandarkan doa dan tawakkal lah kepada Allah agar selamat sampai ke destinasinya.

Begitu juga dalam melalui jalan yang ditaburi duri-duri, jalan tarbiyah dan dakwah ini memerlukan persiapan dari awalnya lagi. Asasnya perlu kukuh agar tidak mudah runtuh. Perlu persiapan dari segala segi, terutamanya dari segi rohani. Harus berani mengubah diri. Tarbiyah bukan sekadar hadir ke halaqah, bukan cukup dengan hanya ada pendidikan agama, tapi yang utama adalah 'pendidikan hati'. Kitalah yang lebih mengenali diri, dan hanya kita yang mampu berubah jika dengan paksaan diri sendiri. Perlu banyak koreksi diri agar sentiasa in line dalam saff ini. Perlu mujahadah yang kuat, niatnya harus lurus. Hanya untuk Allah. Bukan kerana manusia.

Mengikuti tarbiyah bukan sekadar ikut-ikutan, bukan sekadar meluaskan jaringan hubungan, atau untuk mengisi masa tapi kerana ia adalah keperluan bukan pilihan. Luruskan niat hanya untuk Allah, jika ujian badai sekalipun insyaAllah dengan diawali dengan niat tadi pasti Allah akan memperteguhkan lagi hati kita untuk bersama di medan ini, bahkan jika ujian lebih mencabar, dan kita menerima dengan sabar maka semakin tinggilah darjat disisi Allah. Hanya Allah yang Mengetahuinya dan membalasnya.

Yang penting harus berani ubah diri. Tidak mahu jadi kader manja! itu susah, ini tak mahu, dan akhirnya sedikit demi sedikit hilang. Demikianlah Allah membersihkan saff-Nya dari orang yang tidak ikhlas. Dan khuatirnya kita yang akan tersingkir. Ikhlas itu sukar ditemui, namun masih mampu diperolehi, mohonlah pada-Nya, nescaya Dia akan memberi."Ya Allah, ikhlaskan hati kami dalam apa jua yang kami lakukan..bersihkanlah hati kami dari sebarang kekotoran yang bisa menggoyahkan iman kami, dan thabatkan kami hingga kami temui syahid itu.."

"Tanpa tarbiyah, harakah hanya akan menghasilkan
peribadi-peribadi yang memahami politik, tapi jiwanya keras tidak memahamikelembutan" ( Muhammad Ahmad Ar-Rasyid).
"Ya Allah teguhkan kami untuk terus berada dalam saff-Mu, bersama dengan pejuang-pejuang agama-Mu hingga tiba saat kita ketemu"..ameen

Jumat, 05 Februari 2010

menakar sebuah keteguhan hati

Setiap hati yang teguh akan memberikan kekuatan bagi siapa yang menjalani
Tatkala rintangan datang ia tidak terpuruk kedalamnya
Ia tetap menyalakan api semangat yang membara dalam dadanya
Berteriak kencang untuk tetap dalam kekonsistenan

Maka begitulah sejatinya semangat yang membara
Ia tidak hanya termaktub dalam euphoria dan hingar bingar dorongan motivator yang setelah itu melempem tanpa sebuah aksi berarti
Ia memiliki sebuah ungkit kemampuan yang tinggi untuk mengalahkan musuh terbesarnya
Yaitu rasa takut akan sebuah ketidakberhasilan melingkupi hati atau rasa marah dalam hardikan pada Sang Khalik
Dari sinilah penilaian seberapa besar keteguhan hati menjadi dominasi yang tak terelakan dalam hidup

Bila jalan panjang melebar dan bukan membentang
Apa yang harus kita lakukan sobat?
Tetap teguh akan ada jalan lain yang membentang ke depan?
Membuat bentang jalan sendiri?
Atau terus berkutat pada jalan yang melebar, tanpa jelas mengarah kemana?

Semua adalah pilihan sobat
Dan pilihan dimulai ketika kita meneguhkan hati
Seberapa besar keteguhan hati itu?
Hanya kita yang tahu

Salam Inspirasi

Selasa, 02 Februari 2010

NASYID, Syair Motivator Mujahid

DIRIWAYATKAN, saat dalam perjalanan jauh menuju medan Perang Khaibar, Rasulullah Saw dan para sahabat melakukan perjalanan pada malam hari. Rasa letih dan kantuk menyerang pasukan Islam itu. Mereka perlu penyemangat, penghilang letih dan kantuk.

Maka, salah seorang sahabat berkata kepada Amir bin Al-Akwa, seorang penyair yang turut serta dalam peperangan itu: “Wahai Amir, apakah engkau tidak mau memperdengarkan suaramu?” Amir pun beraksi. Ia lantunkan syair berikut ini:

“Kalau bukan karena Engkau Ya Allah
kami tidak akan mendapatkan hidayah
tidak pula sholat dan bershadaqoh
ampunilah dosa kami sebagai tebusan
selagi kami tegar dalam ketakwaan
teguhkanlah pendirian kami dalam peperangan
berikanlah kepada kami ketentraman hati
kami tidak ingin hidup jika musuh mengalahkan kami”

Lantunan syair itu terdengar pula oleh Rasulullah Saw. “Siapakah yang melantunkan syair itu?” tanya beliau. “Amir bin Al-Akwa,” jawab para sahabat. Rasul bersabda, “Allah merahmatinya”. Para sahabat berkata: “Memang sudah selayaknya dia mendapatkan surga, wahai Nabi Allah, andaian kami tidak isa memberinya kesenangan”.

Syair seperti yang disenandungkan Amir Al-Akwa menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah jihad Nabi Saw dan para sahabat. Syair menjadi hiburan para pejuang yang tengah berjiha di jalan Allah, sekaligus penyemangat atau motivator.

Sejarah mencatat, dalam banyak peperangan antara umat Islam dan pasukan kafir, syair-syair pembangkit semangat juang (jihad) berkembang di kalangan sahabat. Ia menjadi “senandung para mujahid” di medan pertempuran.

Saat umat Islam menggali parit menjelang Perang Khandaq (Perang Ahzab), Rasulullah Saw mengangkat seorang sahabat ahli syair, Hasan bin Tsabit, yang bertugas khusus mengobarkan semangat kaum Muslimin di medan pertempuran dengan syair-syairnya yang energik.

“Ya Allah, jika bukan karena Engkau tidaklah kami terbimbing.
Dan tidak pula bersedekah dan menegakkan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami.
Dan kokohkan kaki kami ketika menghadapi musuh”

”Jika Rabbku berkata padaku.
Mengapa kau tidak merasa malu bermaksiat kepada-Ku.
Kau sembunyikan dosa dari makhluk-Ku.
Tapi dengan kemaksiatan kau menemui Aku”

Contoh lain, dalam peristiwa Perang Mu'tah peperangan terbesar masa Rosulullah Saw, komandan pasukan Islam, Ja'far bin Abi Thalib, sambil terus menyerang musuh, ia melantunkan syair:

”Hai orang-orang, apakah tidak baik surga itu
Dan surga itu sudah dekat
Betapa indahnya ia
Dan betapa sejuknya air surga
Telah dekat masa siksa bagi raja Romawi
Dan saya mempunyai kewajiban untuk membunuhnya”

Setelah Jafar menemui syahidnya, Abdullah bin Rawahah tampil sebagai komandan pengganti. Sambil bertempur, ia pun menyemangati diri dan pasukannya dengan membaca syair:

"Wahai hati, kamu harus turun
Meskipun dengan senang hati, ataupun dengan berat hati
Kamu telah hidup dengan ketenangan beberapa lama.
Berpikirlah, pada hakikatnya, kamu berasal dari setetes air mani
Lihatlah orang-orang kafir telah menyerang orang-orang Islam
Apakah kamu tidak menyukai surga jika kamu tidak mati sekarang suatu saat nanti, akhirnya kamu akan mati juga".

Demikianlah, syair (nasyid) di kalangan sahabat dijadikan sebagai pendorong dan pengobar semangat juang mereka, sekaligus penghibur hati, agar tetap ceria dan tegar di tengah ancaman musuh. Kemunculan syair-syair di kalangan sahabat tersebut, dilestarikan kaum Muslim hingga kini, dengan niat awal yang sama: hiburan sekaligus motivator berjuang di jalan Allah Swt. Berkembanglah apa yang kini dikenal dengan nama nasyid.
Secara harfiyah, nasyid artinya “senandung”, “nyanyian”, atau “lagu”. Akar kata nasyid adalah nasyd, artinya hymne (nyanyian pujian, puja-puji). Dengan demikian, asal makna nasyid adalah senandung pujian atau sanjungan, dalam hal ini sanjungan kepada Allah, Rosulullah Saw dan para sahabatnya, serta keluhuran syariat Islam.

Ada pula pendapat, asal kata nasyid adalah nasyada, artinya menyuarakan dengan suara keras dan lantang --kebiasaan orang-orang Arab dalam bersyair tanpa diiringi musik. Pelakunya (penyanyinya) disebut munsyid.
Jadi, makna asal nasyid adalah bernyanyi, melantunkan lagu, atau membaca syair. Nama atau istilah ini kemudian digunakan sebagai sebutan bagi lagu atau nyanyian yang bernuansa Islami, sarat nasihat atau ajaran Islam, puja-puji bagi Allah SWT, sholawat atas Nabi Muhammad Saw, dan doa.
Syair atau “nyanyian” Thala'al Badru 'Alaina yang dilantunkan kaum Anshor saat menyambut kedatangan Rosulullah Saw di Madinah (hijrah dari Makkah) tercatat sebagai lagu tertua dalam sejarah Islam. Saat itu lagu tersebut dilantunkan dengan iringan rebana yang ditabuh bersama-sama oleh kaum Anshor. Bisa dikatakan, Thala'al Badru 'Alaina merupakan tonggak sejarah kemunculan dan berkembangnya nasyid hingga saat ini.

Thola'al Badru 'alaina
Min Tsaniyatil Wada'
Wajaba syukru 'alaina
Ma da'a lillahi da'

(Purnama telah terbit di atas kami
dari arah Tsaniyatul Wada'
Kita wajib mengucap syukur
Dengan doa kepada Allah semata)

NASYID dalam pengertian senandung, nyanyian, atau syair sudah berkembang saat Islam hadir didakwahkan Rasulullah Saw di Jazirah Arab.
Rasulullah Saw saat itu “mendiamkan” (taqrir) atau tidak melarang syair-syair yang berkembang di kalangan sahabat, selama isi syair itu tidak lagi memuja-muja syahwat, birahi, asmara, dan bermuatan kemusyrikan sebagaimana para penyair Kafir Quraisy.
Demikianlah, nasyid menjadi bagian dari perjalanan dakwah Islamiyah. Ia menjadi alternatif musik dan hiburan Islam, sekaligus alternatif sarana dakwah. Saat ini sangat banyak tim nasyid sehingga menyemarakan dakwah Islam lewat alunan suara. Sebut saja nama-nama populer seperti Raihan, Hadad Alwi-Sulis, Mupla, Snada, Izzatul Islam, Saujana, In Team, The Fikr, Star5, Opick, dan masih banyak lagi.

Namun, seiring arus globalisasi dan industrialisasi, dewasa ini banyak penyanyi yang mengklaim sebagai penasyid (munsyid), padahal lirik nasyid mereka jauh berbeda dengan syair yang biasa dilantunkan para sahabat Nabi Saw.
Esensi nasyid kini sudah bergeser, bukan lagi semata-mata dijadikan sarana dakwah, tapi menjadi full entertainment. Padahal, esensi dasar nasyid adalah 'hiburan pejuang' atau 'motivator mujahid' dalam berjuang demi syi'ar Islam.

Kita melihat kian pudarnya ruh jihad dalam nasyid-nasyid saat ini. Ada pula yang mengatakan, nasyid sekarang banyak yang 'cemen', 'cengeng', karena banyak berisi ungkapan-ungkapan cinta-asmara, puja-puji kepada wanita idaman, dengan alunan mendayu-dayu dan melenakan. Padahal, sejatinya nasyid adalah senandung motivator jihad dan amal saleh lainnya, serta puja-puji kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a'lam. (Disadur dari buku “Kembalikan Nasyid pada Khittahnya”, karya ASM. Romli, penerbit Nuansa Bandung).*